DAMPAK FERTILITAS DAN MORTALITAS ORANG ASLI PAPUA TERMARGINAL - MAJALAH YAKEMO
SELAMAT MEMBACA SOBATKU

DAMPAK FERTILITAS DAN MORTALITAS ORANG ASLI PAPUA TERMARGINAL

Share This


Peminggiran (marginalisasi) orang asli papua (OAP) di berbagai sektor dalam aspek kehidupan rakyat papua,
dikarenakan angka kelahiran menurun ketimbang angka kematian meningkat. 

Marginalisasi juga terjadi karena 
pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah orang papua yang lamban di nilai bagian dari proses marginalisasi, meskipun jumlahnya secara pasti belum diketahui saat ini karena belum ada sensus untuk orang papua.

Menurut beberapa cacatan sejarah dan hasil penelitian, penduduk orang asli papua pada saat pelaksanan 
pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) tahun 1969 berjumlah 800.000 orang/jiwa, sedangkan data pada tahun 2010 atau setelah 31 tahun di perkirakan hanya berjumlah 2.000.000 orang. penduduk orang asli papua artinya; hanya mengalami pertambahan sebanyak 1.200. orang. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kelahiran (Fertilitas) dan kematian (Mortalitas). Artinya, jumlah orang papua yang meninggal jauh lebih besar daripada jumlah yang lahir. 

Beberapa faktor penyebab besarnya jumlah yang meninggal adalah faktor penyakit, kekerasan oleh TNI/POLRI, minuman keras (Miras), dan lain sebagainya. Secara hitungan statistik, jumlah masyarakat papua penduduk tidak mangalami penambahan yang memadai dan relatif kecil. 

Sementara kehadiran dan kelahiran warga pendatang atau Non papua terus mengalami perkembangan secara signifikan karena faktor migrasi dari luar papua.

Jumlah antara orang papua dan orang pendatang atau non oap semakin berimbang dan bahkan mengarah 
kepada perbandingan terbalik, yaitu jumlah penduduk orang asli papua mulai lebih sedikit daripada penduduk non papua suatu saat orang papua berpotensi menjadi minoritas diatas tanahnya sendiri. 

Dengan menurunnya populasi orang papua maka secara otomatis marginalisasi atau peminggiran orang papua dari pusat-pusat peran, identitas dan nilai-nilai yang di anut masyarakat, sehingga marginalisasi lebih bermakna sosial,politik pendidikan,ekonomi, dan sektor lainya. Masyarakat yang sebelumnya menjadi tuan rumah yang memiliki otoritas atas sistem nilai,institusi sosial,institusi pemerintahan adat, dan peran sosial ekonomi masyarakat 
kehilangan otoritas tersebut.

Kehilangan otoritas tersebut disebabkan oleh datangnya masyarakat lain yang memiliki pengetahuan monopoli atas ekonomi dan ketrampilan lainya dan kekuatan modal (Borjuis-Kapitalis). Dan mental orang papuahancur karena stigama primitif,bodok,dan tidak berdaya saing . 

Kondisi ini mulai di rasakan orang papua sejak masa aneksasi pada tanggal 01 Mei 1963 dengan adanya eksodus para pendatang, baik dari pulau jawa maupun daerah lain 
di Indonesia melalui program transmigrasi dan perpindahan penduduk yang sangat pesat. Selain itu. dibukanya kesempatan bagi investor (Bojuis-Kapitalis) masuk ke papua, termasuk HPH, telah mengubah tatanan dan institusi lokal yang berkembang secara tradisional dan menguasai berbagai peran di dalam masyarakat, sehingga mempercepat proses marginalisasi yang meminggirkan orang papua.

Sementara Itu, pemerintah kolonial indonesia melancarkan program melalui institusi BKKBN (Program 
keluarga berencana/KB) di paksakan dengan alasan yang rasional semu. Yang bertujuan untuk memusnakan Ras Melanesia di West Papua (Genosida) agar jumlah kelahiran orang asli papua (fertilitas) menurun secara drastis. Dalam realitas objektif hari ini, angka kematian orang papua (mortalitas) meningkat secara signifikan dari berbagai modus kematian yang sangat berbeda dan berfariasi.

Fenomena ini mendeskripsikan bahwa, marginalisasi orang papua dari berbagai aspek itu sedang berlansung, kemudian negara kolonial Indonesia memanfaatkan sistuasi ini untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) mapun sumber daya manusia (SDM). 

Kapilitasasi di sektor pendidikan pun nyata di perlalukan oleh Negara 
Indonesia. Sehingga rakyat papua yang relatif ekonomi lemah putus sekolah dari sekolah dasar (SD) dan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya bahkan mayoritas orang papua tidak sekolah sama sekali karena faktor biaya sekolah yang setiap tahun melonjak naik. 

Dengan demikian orang papua termarginal dan populiasi orang asli papua (OAP) menurun sehingaga semua pusat-pusat peran diambil alih oleh orang pendatang (Non OAP). “orang papua jadi kehilangan otoritas dan tidak berdaya saing sekalapun diatas negarinya sendiri”.

Dengan demikian. Jika orang Papua tidak ingin termarjinalkan oleh kolonial Indonesia, maka orang Papua harus memproduksi anak sebagai generasi yang akan mewarisi semua kekayaan alam Papua yang nan kaya raya ini. Di sisi lain juga jika rakyat Papua memproduksi anak banyak kemudian generasi itu juga harus dimdi didik demgan ideologi kepapuan. agar  peluang untuk menang saat referendum dikelak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMAH KASIH SUDAH MEMBACA

Pages